Negara sekaligus kota ini memang luar biasa. Meski hanya memiliki wilayah dan sumber daya alam yang terbatas, namun Singapura bisa menjadi salah satu kisah sukses terbesar dari Asia Tenggara.
Anda tentu pernah mendengar nama Adam Khoo, seorang pengusaha, pembicara, penulis, dan motivator muda terkenal yang kisahnya telah menginspirasi banyak orang, tidak hanya di Singapura, namun sampai ke Indonesia. Adam Khoo juga pernah mengunjungi Indonesia untuk berbagi tips dan trik pada pelajar di Indonesia tentang bagaimana ia dahulu bisa sukses sebagai seorang pelajar, padahal ia pernah dicap sebagai orang bodoh.
Selain Adam Khoo, bagi Anda yang menekuni bidang bisnis internet atau internet marketing, pasti mengenal nama Ewen Chia, Stuart Tan, atau Alvin Phang. Mereka adalah sebagian dari para internet marketer sukses, yang reputasinya di dunia internet marketing memang sudah tidak diragukan lagi.
Mereka adalah “produk” dari Singapura, negara terkecil di Asia Tenggara yang juga sekaligus negara terkaya ke lima di seluruh dunia, berdasarkan GDP (PPP) per capita. Selain itu, kota Singapura juga merupakan kota ke sepuluh yang paling mahal di dunia, berdasarkan penilaian dari Economist Intelligence Unit tahun 2009.
Negara ini dahulunya adalah bagian dari koloni Kerajaan Sriwijaya yang ada di Indonesia. Namun, sekarang negara ini telah maju pesat, dan bahkan dapat melebihi negara kita yang dahulu pernah mendudukinya.
Cerita dari perkembangan negara Singapura adalah salah satu kisah sukses paling inspiratif tentang mengubah kegagalan menjadi batu loncatan, seperti yang pernah tertulis dalam buku John Maxwell, berjudul Failing Forward. Mengapa failing forward? Sebab, Singapura mengalami perjuangan yang sangat berat ketika baru mencoba merdeka. Mereka mengalami kegagalan dan keterpurukan, namun akhirnya bisa bangkit kembali.
Setelah sekian lama dijajah negara lain, Singapura akhirnya bisa merdeka di tahun 1965. Namun, masalah tidak selesai begitu saja. Ketika kemerdekaannya diumumkan, Singapura mengalami kesulitan untuk bisa berdiri menjadi sebuah negara yang mandiri. Betapa tidak: jumlah pengangguran membludak, juga timbulnya kekurangan sumber daya alam dan perumahan bagi penduduk.
Bayangkan, sebuah negara kecil yang waktu itu hanya berpenduduk ± 2 juta jiwa bermimpi untuk menjadi negara besar yang keberadaannya diakui dunia. Bahkan, Kishrore Mahbubani pernah menuliskan dalam salah satu artikelnya bahwa:
“Ketika Singapura merdeka, para pemimpin di sana justru menangis, bukannya bergembira.”
Ya, ini akibat saking besarnya harapan mereka untuk menjadi negara mandiri di tengah kondisi yang sangat sulit.
Kenyataannya, Singapura sekarang bisa menjadi salah satu Macan Asia, mengalahkan negara kita yang luas daerah dan jumlah penduduknya berkali-kali lipat lebih banyak dari negara tersebut.
Hebatnya lagi, 5% rumah tangga paling miskin di Singapura ternyata mempunyai tingkat kepemilikan rumah, televisi, kulkas, mesin cuci, telepon, dan video recorder yang sama dengan rata-rata nasional. Inilah salah satu sebab, mengapa Singapura juga termasuk negara yang memiliki tingkat kejahatan terendah di dunia.
Negara ini memang bukanlah negara yang sempurna. Negara kita juga tidak selalu kalah dengan Singapura. Namun, kisah suksesnya dalam “mengubah kegagalan menjadi batu loncatan” pantas kita tiru dan terapkan, baik sebagai individu atau sebagai negara.
Singapura yang dalam serba kekurangan saja bisa menjadi kisah sukses yang banyak dibicarakan dari Asia Tenggara. Ini sama halnya seperti kita, yang walaupun kondisi kita serba kekurangan, harus bisa melihat kelebihan di balik kekurangan tersebut, dan mengubahnya menjadi sebuah batu loncatan.
0 komentar:
Posting Komentar